Saying ‘I LOVE YOU’
“aku .. suka .. kamu ..”
ucap seorang namja tampan dan polos sambil menunduk. Jemari dan kaki2nya tak
pernah bisa diam. Saling menaut tanda kalau dia gugup dan ragu mengucapkannya
“aku juga suka padamu
kwang-ah. Kita kan sudah bersama sejak kecil.” Balas seorang gadis manis di
hadapannya sambil tersenyum
“bukan .. suka .. yang ..
itu ..” ucap namja polos
“suka yang mana ?” gadis manisnya pun
heran. Dahinya mengerut tanda heran.
“suka .. sebagai .. kekasih
..” ucap namja itu berusaha menjelaskan namun dia sadar kalau ucapannya membuat
raut muka pada gadis tersayangnya itu berubah dan dia pun segera berbalik dan
melarikan diri. Dia sadar kalau mana mungkin ada gadis normal dan manis seperti
gadis itu yang akan suka padanya. Yang hanya seorang namja polos dan tak bisa
apa2.
‘bodoh sekali diriku.
Berbicara saja belum pandai sudah berani menyatakan cinta’ batinnya sambil
berlari. Memukul bibir tebalnya yang menurutnya sangat gegabah.
***
Fei Lin
POV’s
Matahari pagi sangat hangat
kali ini. Cukup untuk meredakan suasana hatiku. Meskipun mataku masih mengantuk
karena tak biasa bangun lebih pagi, aku tetap bertahan demi bisa mengembalikan
sahabatku. Jujur aku merasa kesepian kini. Sahabatku seperti berusaha menjauh
dan menjauh. Sikapnya aneh belakangan ini dan membuat aku sendiri heran
setengah mati. Apa aku berbuat salah padanya ? entahlah, yang pasti pagi ini
aku akan segera minta maaf jika ada kesalahan yang tanpa kusadari sudah kubuat.
Aku tak tahan kalau dimusuhi seperti ini apalagi oleh dia.
Aku melangkah perlahan
menuju kamarnya. Dengan hati-hati kuketuk dan akan segera ku ajak untuk
berangkat bersama kesekolah.
Tok Tok Tok#kuketuk
pintunya
Tak sampai 2 menit, pintu
sudah terbuka dan kulihat sahabatku itu sudah berpakaian rapi dengan tas
ranselnya dipundak.
“selamat pagii.. lama kita
tidak berangkat bersama. Ayo ..” ajakku sambil meraih pergelangan tangannya dan
dia pun hanya ikut saja.
“tunggu .. dulu ..”
“waeyo kwang-ah ??” tanyaku
heran
“kamar .. ku .. belum .. di
.. tutup ..” ucapnya dan akupun sadar atas kebodohanku dan beralih menuju pintu
kamarnya. Menutup dan menggandengnya lagi.
Kami pun melangkah santai
menuju sekolah. Demi bareng dengannya, aku bangun pagi sekali. Sebetulnya kami
biasa berangkat bersama namun seminggu terakhir setiap kuhampiri, dia pasti
sudah berangkat lebih dulu. Kata ibu panti, dia sudah berangkat dari tadi. Menyedihkan
sekali.
“kwang-ah .. kau aneh
sekali akhir2 ini.” Kataku di sela langkah kami
“mianhae ..” ucapnya
“harusnya aku yang berkata
seperti itu. apa aku ada salah padamu sampai sikapmu berubah ?? seandainya ada,
aku ingin minta maaf. Mianhae, aku tak bisa kau diami seperti itu. hidupku
terasa sangat tidak nyaman.” Ucapku
“kau .. tak .. salah .. aku
.. yang .. salah .. aku .. egois .. miahae ..” jelasnya perlahan-lahan. Aku
tahu dia kesulitan dalam berbicara. Aku sudah terbiasa dengan kondisinya itu.
“baiklah. Anggap saja
kemarin tak pernah terjadi, aku juga tak akan banyak menuntut penjelasan atas
sikapmu. Asal kita tetap berteman, itu sudah lebih dari cukup. Besok dan
seterusnya kita tetap berangkat sekolah bersama ne, ?” tanyaku dan dia pun
mengangguk tersenyum manis sekali. Senyumnya seperti malaikat yang selalu
berhasil membuat hatiku nyaman. Aku sadar kalau senyumannya itu sudah seperti
kebutuhan dalam hidupku yang kesepian ini. Sejak kecil di saat sendiri, hanya
kwangmin yang bersedia menghampiriku dan menghapus segala airmata tangisanku.
Aku ingat pertemuan pertama kami, 12 tahun yang lalu ketika aku sedang
menangis.
Flashback :
“hiks .. hiks .. eomma
kembalilah. Aku janji tak akan nakal lagi. hiks .. tak akan minta mainan, tak
akan manja, tak akan menyusahkanmu. Hiks .. aku akan menjadi anak manis sesuai
harapanmu. Jangan pergiii ..” tangisku membuncah saat itu. aku hanya bisa berjongkok
sembari memeluk kedua lutut mungilku. Menangis dan berharap. Berharap agar
eomma mau kembali dan merengkuhku dalam kehangatannya. Kemarin dia
meninggalkanku di tengah orang-orang yang tak ku kenal dan aku pun di antar ke
suatu rumah sederhana yang di dalamnya terdapat banyak anak-anak berusia di
bawahku, seusia denganku bahkan di atasku. Mereka menatapku seakan aku adalah
makhluk aneh yang entah dari planet mana yang berniat merusak kehidupan mereka.
Tergambar pandangan tidak suka dan mereka selalu mengabaikanku. Setiap aku
minta bantuan, mengajak berkenalan ataupun ingin bermain bersama, mereka
terlihat tidak senang dan tak mau menerimaku.
“eomma .. aku takut
sendiri. Hiks hikss ..” tangisku lagi
“kau .. tak .. sendiri ..”
setiap kata2 yang terdengar terpisah namun sarat kelembutan. Aku pun mengangkat
kepalaku untuk melihat siapakah itu.
Seorang anak laki-laki
sudah ikut berjongkok di hadapanku. dia tersenyum sangat manis. Mata besarnya
sangat indah. Dia bagaikan malaikat kecil yang tampan. Ia memeluk sebuah boneka
yang menurutku terlihat usang. Boneka pikachu yang sangat lucu. Kulihat
kepalanya tengah di perban.
“kau siapa ?” tanyaku
“nama .. ku .. kwangmin ..
kau .. siapa .. ?” apa dia gagap ? setiap kata-katanya terdengar terpisah
“namaku fei lin. Kenapa kau
mau berbicara denganku ??” tanyaku
“karena .. kita .. sudah ..
seharusnya .. berteman .. orang .. orang .. sangat .. egois .. mereka ..
menjauhi .. ku .. apa .. kau .. juga .. seperti .. itu .. ?” tanyanya. Aku
bersabar dan penuh seksama mendengar setiap ucapannya. Aku merasa senang
ternyata masih ada yang mau berteman denganku. Setidaknya aku tak akan kesepian
lagi.
“aku senang kau mau
berteman denganku.” Kataku tulus, dia pun meletakkan boneka dalam pelukannya di
atas tanah lalu mengulurkan tangannya ke arah wajahku.
“kalau .. begitu .. jangan
.. menangis .. anak .. perempuan .. itu .. manis .. kalau .. tersenyum ..”
ucapnya tulus sambil mengusap air mataku. Aku pun tersenyum.
Sejak saat itu, dialah
sahabatku. Dia bagaikan saudara bagiku. Wajahnya tampan, mempesona dan polos.
Tapi ternyata di balik itu semua, ia mengalami hal yang jauh lebih buruk
dariku. Aku mengetahui itu pun tak sengaja ketika melewati ruangan ibu panti beberapa
hari kemudian yang ternyata sedang ada obrolan serius.
“betapa malangnya anak
itu.” sebuah suara lembut yang ku yakini adalah ibu panti yang sudah biasa di
panggil ‘eomma’ di tempat ini terdengar
“di bandingkan riwayat
anak-anak lainnya, hanya dialah yang perlu di khawatirkan. aku yakin
orangtuanya tengah mencarinya. Yang aku takutkan adalah mereka berpikir kalau putra
mereka sudah meninggal.” Ucap suami eomma. Kami memanggilnya appa disini
“kemarin aku memeriksa
kwangmin ke dokter, ternyata pita suaranya rusak karena kejadian itu. selain
itu karena benturan yang keras pada kepalanya, ia kehilangan setengah dari
ingatannya. Kemungkinan besar, ia mungkin hanya mengingat namanya namun tidak
keluarganya. Mungkin ia akan lupa akan orang-orang terdekatnya. Hanya secerca
memori kenangan yang tersimpan.” Aku terkejut. Meskipun aku masih kecil, aku
hidup bersama kakekku yang seorang dokter. Jadi aku banyak di jelaskan mengenai
penyakit2. Usai kakekku meninggal, eomma malah meninggalkanku.
“apa itu bersifat permanen
??”
“kata dokter, ini tak
permanen namun untuk memori2 yang hilang itu akan kembali memerlukan waktu yang
tak sebentar. Mungkin perlu sekian tahun atau bahkan tak bisa kembali. Namun
bukan itu yang ku khawatirkan. aku mengkhawatirkan pita suaranya. Memerlukan
operasi untuk mengembalikannya ke semula”
“kalau begitu operasi
saja.” Usul appa
“keuangan pantisedang
sangat buruk. Anak asuh kita bukan hanya dia. Kalau uang kita habis, bagaimana
dengan yang lain ? itu yang kupikirkan. Operasi pun sangat mahal” Jelas eomma
“baiklah. Aku akan berusaha
! jika perlu, aku akan mencari pekerjaan lagi dan mecari investor dan
penggalang dana untuk panti kita. Aku mencintai anak-anak itu. apapun ku
lakukan hanya untuk mereka.” Ucap appa
“aku juga akan membantumu.
Selama itu baik, aku akan mengsupport” ucap eomma
Aku tersenyum senang dan
berlalu pergi. Dengan setengah berlari
menuju keberadaan kwangmin. Aku sampai lupa kalau dia sedang menungguku. Kami
berjanji untuk bermain sepeda sore kali ini.
Flashback End
“ada apa itu ? ramai
sekali” ucapku ketika melihat gerbang sekolah kami di kerubungi para siswa.
Seolah di tengahlah pusat segalanya. Aku menoleh ke arah kwangmin dan dia hanya
menggedikkan bahu dengan wajah mengartikan ‘aku tak tahu’.
Aku pun menghampiri
keramaian itu. ingin tahu ada apa atau apa yang telah terjadi.
“ada apa ?” tanyaku pada
seorang yeoja paling belakang
“ada namja-namja tampan.
Mereka anak-anak baru sekolah kita. Kau tahu boyfriend ?” tanyanya dan akupun
menggeleng
“dasar. Terlalu banyak berteman
dengan namja bisu sih. Boyfriend itu boyband baru yang baru debut itu.
youngmin, minwoo, jeongmin. Three Min, akan sekolah di SMA kita. Mereka sangat
tampan.”ucap yeoja itu. aku kesal dengan ucapannya karena secara langsung
menghina kwangmin. Ku lirik kwangmin dan
dia ternyata tengah menunduk.
“jaga ucapanmu.” Ucapku
ketus dan menggandeng kwangmin segera menerobos kerumunan manusia yang menutupi
gerbang sekolah. Menutupi jalan kami menuju gedung sekolah saja.
Namaku Fei Lin dan aku
paling benci pada orang-orang yang menghina sahabatku. Aku benci ada orang yang
membuat kwangminku menjadi bersedih hanya karena kekurangannya.
Fei Lin POV’s end
***
Mungkin bagi anak-anak
remaja, mengucap kata cinta itu hal yang biasa dan mudah namun tidak bagi orang
yang selalu merasa kalau ia tak layak. Merasa kurang pede dan terkadang putus
asa. Itulah yang di rasakan kwangmin. Memiliki rasa lebih dari sekedar sahabat
pada fei lin namun ia terlalu takut. Sempat terucap namun karena kepolosan dan
ketidak pekaan sang gadis, kata cinta yang terucap susah payah itu pun sia2 dan
mengakibatkan ketidak pedean dan keraguan ketika berada di samping sahabatnya.
Berusaha menjauh sebisa mungkin namun ternyata jalinan persahabatan bagi
seorang fei lin itu segalanya. Fei Lin sendiri merasa tak bisa hidup jika harus
kehilangan sahabatnya, kwangmin. Memang semua harus kembali ke asalnya. Semoga
saja ucapan cinta tersebut berani ia katakan di saat yang akan datang dan lebih
bisa di terima.
***
“para gadis mengerubungi
kita. Apa gadis barusan buta ? kau lihat kan hyung.” kata minwoo pada youngmin
dan jeongmin ketika mereka sudah terbebas dari para yeoja
“mungkin dia sudah memiliki
namja. Kau tak lihat kah dia menggandeng seorang namja culun.” Ucap jeongmin
“aku lihat. Hanya sekilas tapi
kenapa aku merasa namja culun itu mirip denganmu, youngmin hyung ?” pertanyaan
polos minwoo sekilas membuat namja berambut pirang tersebut menoleh dan heran
“apa kau gila . jangan
bicara sembarangan. Kita harus segera menuju ruang kepala sekolah untuk
bertanya dimana kelas kita. Terlalu lama di tempat umum membuatku merasa ingin
di telanjangi.” Ucap youngmin
“gadis-gadis itu seperti
paparazzi saja. Membuat risih.” Tambah jeongmin dan minwoo hanya
manggut-manggut. Berhubung di sini ia yang paling muda jadi ia tak berani
banyak mendalih.
“apa itu karena aku terlalu
tampan kah ?” ucap minwoo tiba-tiba sambil menjetikkan jari.
“berhenti berbicara
sembarangan. Ucapanmu membuatku ingin muntah” ucap youngmin sinis lalu
melangkah lebih cepat mendahuluinya.
“sabar ya nae dongsaeng-i.
Dia memang sedang emosi jadi kata-katanya selalu pedas.” Kata jeongmin sambil
mengelus puncak kepala minwoo. Minwoo yang memang masih anak-anak pun hanya
menunduk. Status sebagai anak tunggal memang membuat minwoo tak pernah sedikitpun
merasakan kekasaran meskipun hanya sebatas kata-kata.
Sedangkan di kelas XI.11
yang merupakan kelas anak-anak berotak kurang dan terkenal paling heboh padahal
muridnya paling dikit pun tengah sibuk meributkan masalah anak baru yang
selebritis itu, tepatnya para yeoja-yeoja. Fei Lin yang baru datang pun hanya
bisa mencibir dan duduk di bangkunya. Ia dan kwangmin memang berbeda kelas.
Memang tuhan itu sangatlah adil. Walaupun dia memiliki kekurangan tapi ia
sangat cerdas bahkan menurut fei lin, bukan hanya cerdas melainkan jenius.
Berbeda dengan dirinya yang selalu menduduki nyaris peringkat terbawah dalam
satu angkatan. Maklumlah, fei lin itu paling males jika di suruh belajar.
Dikelas aja ia sering tertidur atau kalau tidak, ikut bermain bersama teman-teman
sekelasnya yang nakal juga. memang sih, kelasnya ini saja hampir bisa dibilang
sebagai kelas buangan. Hanya ada 23 murid dengan 7 yeoja dan sisanya namja.
Sedangkan kelas-kelas lainnya terdapat 34 siswa.
Fei Lin yang malas
menanggapi teman-temannya yang berisik pun menaruh kepalanya di atas meja. Berniat
tidur sebentar karena pagi ini bangun terlalu pagi.
“HOREEEEEEEEEEE” sorakan
para yeoja secara tiba-tiba dan membuat gendang telinga para manusia normal
akan rusak
“AIGOOO !! KALIAN BERISIK SEKALI ! AKU MAU TIDUR” Omel
fei lin histeris. Suaranya mengalahkan suara teman-teman yeojanya
“heii .. Fei, tak biasanya
kau seperti ini.” Komentar salah seorang yeoja
“iya nih. Lihat itu, ada
namja tampan yang masuk kelas kita. Jarang sekali loh.” Ucap yeoja lain dengan
semangat. Fei lin pun segera melihat ke arah pintu dan ternyata namja yang di
kerubungi di gerbang tadi.
“sudah tenang, tenang. Huh
.. kapankah kelas ini bisa lebih tenang.” Gerutu mrs. Park , “silakan, youngmin
dan minwoo masuk kekelas baru kalian” persilakan guru itu. Fei Lin memandang
namja berambut pirang itu dengan tatapan aneh dan heran.
“aku seperti pernah melihat
wajahnya.” Batin Fei Lin
“annyeonghaseo .. Naneun Jo Youngmin imnida. Kupikir tanpa
banyak kata kalian pasti sudah mengenalku.” Perkenal youngmin dengan gaya
angkuh.
“annyeongg .. Naneun No
Minwoo imnida. Namja tampan, imut, cerdas, ..”
“jangan banyak berbicara
minwoo.” Potong youngmin.
“huh .. baiklah. Sekian
perkenalan kami.” kata minwoo menutup
“baiklah. Kalian bisa duduk
di bangku sebelah sana. Lu han dan Jinyoung, bisakah kalian pindah ?” ucap mrs.
park
“Ne ..” jawab jinyoung dan
Lu han berbarengan dan mengambil posisi pada bangku di depannya. Mrs. Park
sengaja mendudukkan minwoo dan youngmin di kursi di baris ke tiga urutan ke
tiga atau tepatnya di tengah agar mereka lebih mudah dalam hal berkenalan.
“Mrs park .. kenapa Lu han
dan jinyoung yang di pindahkan ?” protes Fei lin. Kesal karena dengan begitu
selain teman ngobrolnya lenyap, ia jadi harus duduk di belakang dua namja
menyebalkan itu
“keberatan ?” tanya minwoo
dan di balas tatapan sinis Fei Lin
“agar kau dan mereka tak
banyak membuat keributan lagi.” alasan mrs park acuh tak acuh.
“huh .. alasannya tidak
adil” gerutu Lu han. Ia jelas juga kesal dengan mrs. Park. Apalagi mendengar
alasannya tak berarti itu. padahal sebetulnya Lu han menyukai Fei lin.
Sayangnya, yang namanya Fei lin itu tidak pernah peka akan rasa seseorang.
Kwangmin yang menyatakan langsung saja tak ia tanggapi. Makanya kemarin di
jauhi. Sikapnya membuat namja polos seperti kwangmin menjadi tidak percaya
diri.
***
“gadis yang tadi di
belakang kita sangat cantik ya hyung.” Minwoo memulai pembicaraan ketika mereka
berada di kelas yang sepi. Malas rasanya berada di kantin karena pasti akan
lebih tidak tenang
“apa cantiknya ? biasa
saja” dusta youngmin
“gadis yang seperti apa sih
?” tanya jeongmin penasaran. Ia memang di kelas ini karena mereka berbeda
angkatan. Jeongmin 1 tahun lebih tua dari mereka.
“yang tadi pagi itu loh.
Yang menggandeng namja culun yang kubilang mirip youngmin hyung.” Jelas minwoo
“Berhenti berbicara No
Minwoo ! sekali lagi kau bilang mirip,
awas saja” ancam youngmin kesal.
Ddrrttt .. Ddrrttt ..
“ponselmu bergetar hyung.”
Ucap minwoo. Youngmin memandang ponselnya malas. Terpaksa ia meraihnya.
“yoboseyo .. waeyo donghyun
hyung ??” tanya youngmin to the point
“...”
“aku bersama minwoo dan
jeongmin hyung.”
“...”
“kalau sudah tahu, kenapa
bertanya.”
“...”
“di tempat yang jauh dari
keramaian kota besar seperti seoul.”
“...”
“sudahlah hyung. Aku pusing
kalau di suruh menjalani karir dan sekolah sekaligus. Paparazzi, fans, wartawan
membuat semua jadi tambah rumit. Bilang saja, boyfriend sedang vakum. Cuti
sementara” ucap youngmin
“...”
“aku tahu kita baru debut.
Maka dari itu, berhubung bestfriend belum sebanyak elf ataupun shawol. Ada
baiknya kita mengambil langkah ini sekarang”
“...”
“aku tak menggabungkan
perasaan dengan karir. Sudahlah, kalau management minta ganti rugi, suruh saja
appaku yang urus. Biar dia sedikit peduli pada putranya ini. Kalau kau ingin
bersolo ataupun duet dengan hyungseung hyung juga terserah padamu toh kau
leadernya. Yang pasti aku tak akan kembali secepat itu.” putus youngmin dan
mematikan ponselnya.
“ada apa hyung ??” tanya
minwoo dengan wajah polosnya.
“tutup mulutmu” bentak youngmin lalu pergi meninggalkan minwoo yang
berwajah sedih dan jeongmin yang memandang minwoo dengan tatapan ‘kasihan’.
“padahal aku sudah berbaik
hati untuk memilih menemaninya ke kota ini tapi kenapa dia malah bersikap kejam
padaku. Ini tidak adil hyung” adu minwoo sambil memasang wajah cemberut
“sudahlah .. ambil
positifnya saja. Dan lain kali belajar dari pengalaman. Kalau tahu dia sedang
kesal lebih baik kau diam saja. Kalau perlu pura-pura tak lihat. Bagaimanapun
juga, kasihanlah youngmin. Ia pasti seperti ini karena masalah appa nya lagi.”
nasihat jeongmin bijak. Memang sih alasan mereka berada di sini karena ingin
menemani youngmin. Berbahaya kalau youngmin menghilang sendiri jadi akan lebih
baik jika bersama mereka. Belakangan ini youngmin memang terlihat seperti
kacau. Mudah emosi dan sensitif. Memang sih yongmin itu pada dasarnya mudah
emosi namun dia biasanya terkenal amat menyayangi minwoo. bahkan minwoo sudah
hampir dianggap sebagai dongsaengnya sendiri namun akhir2 ini, minwoo lah yang
paling sering ia marahi. Sebagai pelampiasan mungkin.
“apa dia akan kembali
sayang padaku ??” tanya minwoo penuh harap
“pasti. Mungkin masalahnya
kali ini lebih berat dari yang lalu. Kau sabar saja, arraseo ?” Ucap youngmin.
Memang youngmin selalu memiliki masalah yaitu dengan appanya. Semua member
boyfriend tahu itu. namun tak disangka kali ini lebih besar dari yang sudah
berlalu bahkan sampai membuat youngmin ingin menghilang dari public tepatnya
dari appanya yang seorang pengusaha. Sayangnya, tak ada satupun member
boyfriend yang tahu apa masalah yang selalu di debatkan itu. untuk hal yang
satu ini, youngmin memang sangat tertutup.
Minwoo hanya mengangguk.
Di bawah pohon yang
rindang, angin yang hangat saling berhembusan. Terlihat dua ingsan tengah
menikmati makan siangnya bersama. Sambil menyuapi satu sama lain. Walaupun
bekal mereka hanya makanan sederhana buatan rumah tapi terasa lebih enak karena
di nikmati bersama.
“kwangmin .. kau itu
makannya masih berantakan ya.” Ejek Fei Lin lalu menyentuh sudut bibir
kwangmin. Menyapu kotoran disana. Kwangmin pun hanya tersipu malu.
“terima .. kasih ..” ucap
kwangmin
“sikapmu aneh. Jangan
canggung seperti itu, aku masih yang sama kok. Belum berubah menjadi seorang
putri raja yang sangat cantik” canda Fei lin
‘kau memang belum berubah
menjadi seorang putri raja yang sangat cantik tapi kau memang yang paling
cantik tanpa harus menjadi putri raja’ ucap kwangmin dalam hati. andai saja dia
bisa berbicara secara lancar, pasti sudah di ucapkan langsung pada Fei lin.
“kwangmin-ah, AAAA” pinta
Fei lin sambil mengarahkan sendok berisi nasi kebibir kwangmin. Kwangmin pun
menanggapinya dengan senang hati
“aku senang melihatmu
makan. Sangat lucu” puji fei lin dan untuk kesekian kalinya kwangmin tersipu
malu.
Tanpa mereka sadari,
kegiatan mereka di perhatikan oleh sepasang mata bulat besar. Memandang dengan
tatapan iri dan heran. Tatapan bingung dan penasaran. Tatapan ingin namun ragu.
“beruntung sekali namja
itu, bisa mendapatkan kasih sayang yang tulus dari gadis itu. tatapannya sangat
tulus. Aku butuh ketulusan itu” ucapnya sambil terus memperhatikan aktifitas mereka.
Ia adalah youngmin. Kehidupan yang baginya penuh sandiwara. Kehidupan yang
lengkap namun terasa semu baginya. Memiliki appa dan eomma yang nyata
namun terasa palsu. Ia merasa kalau tak
ada seorangpun yang tulus dan menatapnya dengan kehangatan seperti tatapan Fei
Lin pada namja culun yang tak ia ketahui namanya.
Youngmin POV’s
Apa pantas aku mengakui
kalau aku iri ? ini tempat baru bagiku. Tempat yang ku pikir, aku bisa
menyendiri karena ini hanyalah kota kecil. Ternyata di sini jugalah aku bisa
melihat tatapan ketulusan yang sesungguhnya, aku selalu menginginkan itu. aku
iri pada namja culun itu. dalam hidupku yang mungkin baru ada seperempat jalan
ini, belum pernah aku mendapat tatapan penuh kehangatan dan ketulusan seperti
tatapan gadis itu. padahal mereka hanya dari anak-anak panti asuhan tapi bisa
mendapatkan ketulusan. Aku yang memiliki eomma dan appa saja tak pernah
mendapatkan tatapan hangat dari mereka. Orang sedarah denganku saja seperti
itu, apalagi yang tak sedarah. Itulah yang membuat aku berpikir kalau siapapun
tak mungkin ada yang tulus lagi padaku. Mereka mau mengikuti dan berbaik hati
denganku mungkin karena materi dan status appaku yang kaya raya. Apa perlu aku
menjadi seorang yatim piatu untuk menemukan suatu titik ketulusan. Kalau dengan
begitu aku bisa, aku mau. Tapi takdir selalu berkata lain. Satu hal yang
kutahu, tuhan pasti membenciku. Maka dari itu sikapnya tak pernah adil padaku.
“sedang apa kau hyung ? aku
mencarimu kemana-mana ternyata disini.” Sebuah suara cukup membuatku senam
jantung. Huh .. pasti ini Minwoo
“YA !! kau membuatku
kaget.” Bentakku.
“mianhae hyung. Kau melihat
apa ?” tanya minwoo sambil melongok, “wahh .. kau jatuh cinta pada gadis cantik
itu ?” tanya minwoo ketika menemukan sesuatu yang menurutnya menarik tapi
bagiku itu tidak menarik
“Tutup mulutmu. Hah .. aku
lapar.” Gumamku
“tadi saat mencarimu, aku
sempat membeli roti. Satu sudah ku makan, tinggal satu” ucapnya sambil
menyodorkan sebungkus roti. Aku pun meraihnya dan duduk di balik pohon tempat
aku memperhatikan mereka tadi. Minwoo mengikutiku. Duduk di sampingku.
“hyung ..” panggilnya
“eummm ..” gumamku
“apa kau yakin ini tinggal
lebih lama disini ??” tanyanya
“kau ragu ? kalau ragu,
pulanglah bersama jeongmin hyung. Aku tak keberatan di tinggal sendiri.” Kataku
“aku tak ragu. Hanya saja
..”
“hanya apa ?”
“tak apa. Hehe ..” bocah
ini berbicara tak pernah jelas. Aku tak peduli lah. Suasana pun menjadi sunyi.
Tak ada yang memulai pembicaraan lagi. aku sendiri sedang mendengar lagu
melalui headseat. Aneh juga kalau bocah ini diam. Biasanya dia banyak bicara.
“minwoo ..” panggilku namun
aku enggan melihat ke arahnya.
Ia tak bergeming. Aku pun
menoleh. Ternyata dia tertidur. Kasihan juga sih, dia jadi harus menemaniku ke
tempat yang ia sendiri belum mengerti. Ia masih terlalu polos dan manja sampai2
sedikit kesulitan dalam mengurus dirinya sendiri. Kami yang memutuskan
menghindar dari public pun tak membawa banyak perabot. Syukur, aku memiliki
sebuah rumah yang bisa kami tempati bersama. Hanya saja yang kutahu, minwoo
cukup sulit untuk menyesuaikan diri di tempat baru. Setiap malam ia kesulitan
untuk tidur karena bukan berada di kamarnya. Ia yang anak tunggal dan biasa di
manja oleh eommanya pun menjadi kendala tersendiri baginya. Aku sendiri heran,
kenapa ia memilih menemaniku. Apa ia tulus melakukan itu ? semua masih berupa
pertanyaan tersendiri bagiku.
Kulirik jam tanganku dan
ternyata sebentar lagi bel masuk berbunyi. Kuputuskan untuk menggendongnya di
punggungku. Sesampai dikelas baru ku bangunkan atau kalau perlu ku bawa saja ke
UKS. Sudahlah, ke kelas saja.
Perlahan-lahan aku
membawanya. Semua mata terlihat memandang kagum ke arahku. Aku hanya memandang
mereka datar. Kini aku menganggap diriku hanya orang biasa bukan selebritis.
Sampai di kelas, aku pun
menghampiri jeongmin hyung. Ia terlihat heran melihatku yang menggendong
minwoo.
“ku pikir ia kelelahan.”
Ucapku dan jeongmin hyung mengerti. Namun tak lama ku rasakan minwoo sedikit
tergerak.
“Aigoo .. hyung, aku kan
berat kenapa kau gendong ? bangunkan saja !” katanya sambil berdiri dengan
tegap.
“sudah jangan banyak
bicara. Sebentar lagi kelas akan lebih ramai.” Ucapku ketus dan duduk di kursi
“aku kembali dulu ke
kelasku.” Pamit jeongmin hyung dan keluar dari kelasnya. Kelas pun semakin sepi
dengan suasana yang mencekam. Padahal kelas2 lain sudah ramai.
saat melewati kelas-kelas
lain sudah sangat ramai atau mungkin seluruh siswa sudah duduk manis di
kursinya namun aku heran mengapa kelas ini hanya ada gadis itu. bahkan gadis
itu terlihat cuek sambil membaca komik dan mendengarkan musik melalui headseat
nya. Aku pun berbalik dan mengentuk mejanya dengan jariku. Ia terlihat tak
menyadarinya. Jelas saja, mata dan telinganya diberi aktifitas. Aku pun
melepaskan headseatnya.
“aku menegurmu.” Ucapku
“oh ..” balasnya acuh dan
kembali membaca komiknya
“Heii .. hyungku mengajakmu
berbicara.” Tegur minwoo dan aku menyenggol lengannya memberi tanda untuk diam
saja.
“bicara saja. Headseatku
kau ambil jadi aku pasti mendengar ucapanmu” katanya sembari tetap fokus pada
komiknya itu.
“kenapa kelas ini sangat
sepi ? padahal kelas-kelas lainnya sudah ramai karena mereka menyadari kalau
sudah mau bel.” Ucapku
“kelas ini baru ramai
ketika guru sudah masuk kekelas. Ini merupakan kelas sisa jadi maklumi saja
kalau anak-anaknya paling tak wajar karena kami semua rasa, mereka
memperlakukan kami secara tak wajar juga.” jelasnya tanpa melihatku
“huh .. kalau berbicara
dengan seseorang tanpa menatap lawan bicara, namanya tidak sopan” kata minwoo.
“lebih baik kau diam saja
dongsaeng.” Ucapku
“kenapa kelas ini lebih
sedikit muridnya ?” tanyaku
Ia pun meletakkan komiknya.
“kau itu terlalu banyak bertanya padahal namaku saja belum tentu kau tahu.
Naneun Fei Lin imnida. Kalian bisa memanggilku Fei. Siapa nama kalian ?”
“Mwoo ?? bahkan tanpa harus
memperkenalkan diri seperti tadi di depan kelas saja, semua anak-anak tahu kami.
tapi kau tak tahu kami ?” minwoo shock
“apa itu penting. Aku
terlalu sibuk, aku tahu kalian selebritis dan aku tak peduli.” Ucap gadis di
depanku, aku hanya memandangnya takjub
“naneun Jo Youngmin imnida.
Nae dongsaeng in my idol group, namanya No Minwoo” jelasku
“ohh ..”
“aku bertanya kenapa kelas
ini muridnya lebih sedikit ?” tanyaku, mengulang yang tadi
“ini adalah anak-anak dari
peringkat terbawah dan terkenal sebagai anak-anak bermasalah. Ke-23 anak di
sini merupakan anak-anak dari peringkat 23 terbawah. Mungkin karena kelas
lainnya penuh, kalian di masukkan ke sini, tapi ketika pengambilan rapor nanti,
nilai kalian bagus mungkin kalian akan di pindahkan ke kelas yang lebih baik”
jelasnya
“apa kau anak yang
bermasalah ?” tanyaku
“tidak. Aku biasa saja. Aku
hanya mendapat peringkat 362.” Jawabnya
“kau sangat bodoh
ternyata.” Ejek minwoo karena ia merasa pintar dan dari dulu selalu mendapat
peringkat kelas. Itu yang kutahu dan aku diamkan saja dia. Setiap orang pintar
memang seperti itu
“setidaknya masih ada satu
orang di bawahku. Aku harap jangan sampai masuk peringkat 365 saja nanti.” Ucap
gadis itu. memang tak ada makhluk yang sempurna. Meski ia cantik namun ternyata
bodoh.
“lalu namja chingumu dimana
?” tanya minwoo dan aku menyenggolnya lagi
“tentu saja dikelasnya”
“dia di kelas berapa ?”
tanya minwoo
“angkatannya sama dengan
kita hanya saja ia di kelas pintar. XI 1. Dia bukan namja chinguku, kami
berteman sejak kecil dan ia sudah seperti saudaraku” jelasnya, entah mengapa
aku senang mendengar itu
“ternyata dia pintar.
Hyung, namja yang mirip denganmu itu pintar.” Ucap minwoo dan nyaris saja aku
ingin memasukkan sepatu ke mulutnya. Sungguh banyak bicara.
“mirip ?? aigoo .. betul
katamu anak kecil. Pantas saja saat melihatmu, aku merasa tak asing. Wajahmu
mirip sekali dengan ia. Dengan kwangmin. Nama kalian juga nyaris sama,
youngmin-kwangmin. Seperti kembar.” Kata yeoja itu. kenapa penilaiannya jadi
sama seperti minwoo. Awalnya aku ingin tertawa mendengar ia menyebut minwoo
‘anak kecil’, tapi tawa itu batal karena ucapan berikutnya
“aku bukan anak kecil.”
Gerutunya
“oh ya ? berapa tahun
lahirnya ?” tanya gadis itu
“Line 95.”
“sama denganku sih.”
Gerutunya sambil garuk-garuk kepala, “bulan lahirmu ??” tanyanya lagi
“July” minwoo menjawabnya
dengan patuh
“BINGO ! aku lebih tua
darimu. Kau harus memanggilku Noona.”
“memang bulan lahirmu apa
?” tanya minwoo polos
“bulan Mei. Maka dari itu,
namaku Fei.” Apa hubungannya? aneh. Ku pikir mereka pasti cocok. Aku saja
sampai tak dianggap. Ternyata gadis ini tak sedingin yang ku kira. Dia dingin
karena belum kenal saja.
“huh .. kenapa aku selalu
terlihat paling kecil.” Gerutu minwoo ngambek dan kembali hadap depan. Lucu
sekali.
“hah .. bosan sekali kalau
sesepi ini.” Kataku.
TING TONG
Drap drap drap drap drap ..#bunyi
langkah kaki
“tak akan sepi lagi.” ucap
fei lin sambil kembali membaca komiknya.
Berbondong-bondong manusia
masuk kedalam ke kelas. Cewe dan cowo saling berbaur, tak ada batas yang
membedakan. Berebutan masuk ke dalam kelas.
“Kenapa kampungan sekali
sih gaya mereka ?” gerutu minwoo. Aku pun menyenggolnya. Kalau sampai terdengar
lalu mereka kurang senang, bisa habis nanti dia.
“jaga omonganmu.” Tegurku,
dia pun mengeluarkan gaya lebaynya dengan menutup mulutnya dengan kedua
tangannya lalu memberi ekspresi terkejut yang dibuat-buat. Aku pun menjitaknya.
Di susul dengan seorang
guru gendut dan jelek lalu pelajaran pun dimulai. Entah aku yang sebagai
rakyat(?) baru maka tidak tahu adatnya seperti apa namun mayoritas anak-anak
terlihat tak peduli dengan yang di bicarakan guru di depan. Ku lihat minwoo
sedang sibuk memperhatikan jadi belum menyadari keadaan. Ku putar kebelakang
kepalaku, fei lin sedang sibuk membaca komiknya. Lalu anak-anak di barisan
terbelakang sibuk dengan dunia mereka masing-masing. Ku lihat yang duduk di
depan malah ada yang bermain psp. Para yeoja-yeoja beda lagi, mereka sibuk
bergosip di barisan pojok. Membuat lingkaran dan duduk bersama. Lalu ada juga
namja yang sibuk tidur, makan. Ckck .. ini tidak seperti kelas. Dan songsaenim
terlihat tak peduli. Ia sibuk dengan dunianya yang mengajar dengan seorang
murid barunya, Minwoo. Aku hanya sibuk memperhatikan sekitar. Sepertinya lain
hari aku harus bawa peralatan piknik, game, dan komik untuk bergabung dengan
mereka. Menyesuaikan dengan adat kelas ini(:kekeke ..)
Youngmin POV’s END
***
Sepasang remaja tengah asik
memakan es krim mereka sambil bergandengan tangan. Berniat menghabiskan hari
ini bersama hingga lembayung senja menghilang.
“kwang-ah .. berjanjilah
sikap seperti kemarin cukup terjadi sekali seumur hidup. Ne ..?” kata Fei
“aku .. janji ..” jawab
kwangmin sambil tersenyum. “andai saja, fei sadar kalau aku menyayanginya.
Cukup sekali ! kalau sekali lagi, aku pasti lebih malu daripada kemarin dan
akan segera menghilang dari muka bumi” ucap kwangmin dalam hatinya. Andai saja,
ketika berbicara dalam hati dengan berbicara secara langsung dapat sama
lancarnya.
“kwangmin. Apa kau akan
tetap berada di sampingku ?”
Kwangmin POV’s
“kwangmin .. apa kau akan
tetap di sampingku ??” aku sedikit tersentak dan nyaris menumpahkan es krimku.
Segera ku gandeng tangannya ke arah bangku taman dan duduk bersama di sana. Ku
suruh ia memegang es krimku sebentar dan diriku sendiri meraih tas ranselku.
Berniat mengambil selembar kertas dan pensil. ku goreskan ujung pensil dan
mulai menulis.
Aku akan selalu di sampingmu. Selamanya dan
sepanjang umurku akan kuserahkan hanya untuk menjagamu ..
Lalu ku serahkan kertasku
padanya. Akan membutuhkan waktu sangat lama jika ku ucapkan langsung. Aku tak
mau ia hanya melihatku dengan pandangan jenuh dan tak sabar walau ia tetap
menungguku menyelesaikan kata-kata itu langsung.
“berjanjilah .” katanya dan
menyerahkan kelingking manisnya. Ku tautkan kelingkingku pada kelingkingnya dan
tersenyum. Andai saja aku bisa seperti anak-anak normal pada umumnya. Aku hanya
bisa berbicara lancar melalui hatiku. Tak ada yang mau tahu apa yang ku katakan
selain fei lin. Hanya dia yang hingga kini masih mau bersabar meskipun harus
menunggu sangat lama sampai aku menyelesaikan seluruh kata-kataku. Itulah yang
membuat aku mencintainya. Dia tulus dan berbeda dari orang-orang lainnya. Apa
mungkin karena kami sama. Sama-sama kehilangan orang yang di cintai. Tidak, kau
jauh lebih beruntung daripada diriku. Aku jadi teringat saat melihatmu untuk
yang pertama kalinya.
FLASHBACK :
aku hanya bisa duduk di
pojok tembok seorang diri. Memperhatikan anak-anak lain tengah bermain. Ini
tempat apa pun aku tak tahu. Kepalaku di perban dan masih terasa cukup sakit.
Dan yang paling membuatku heran ialah, kenapa sulit sekali bagiku untuk
berbicara. Setiap berbicara, terasa ada yang mengganjal dan melarangku
mengeluarkan satu patah dua kata. Aku pun menghampiri seorang namja yang tengah
bermain mobil. Aku ingin bermain dengannya.
“Boleh .. aku .. ikut .. bermain
.. ?” aishh .. kenapa sulit sekali sih berbicara.
“dasar bisu. Aku tak mau
bermain denganmu. Mainkan saja boneka usangmu itu.” ucapnya. Ia masih kecil
namun kata2nya sangat pedas. ‘Bisu’ ? kupikir aku tak bisu karena aku masih
bisa berucap kata. Sudahlah, aku tak ingin memusingkan ini.
Aku pun kembali pada
tempatku semula. Sebetulnya anak namja tadi entah anak keberapa yang sudah
kuajak bermain bersama. Semuanya menolakku. Ada yang mengataiku ‘bisu’,
‘cacad’, ‘Gagu’, ‘orang bodoh’ dan masih banyak lagi. aku menyerah. Di hina itu
menyakitkan.
Ku lihat ada seorang gadis
manis. Aku baru melihatnya, apa dia anak baru ? apa dia akan sama seperti yang
lainnya ? Mungkin saja. Lebih baik aku tak menegurnya. Belum tentu dia mau
berteman denganku.
“namaku Fei Lin. Salam
kenal” ucapnya dihadapan anak2 lainnya. Namun mereka bersikap acuh tak acuh
“kau harus bisa berbaur.
Eomma tinggal dulu ya.” Ucap eomma. semua memanggil orang itu eomma. ialah
sekarang ibu kami.
Gadis itu tersenyum dan
mengangguk.
“bolehkah aku bermain
denganmu ?” ucapnya pada gadis yang sempat ku sapa tadi. Dia sangat sombong.
“siapa kau ? anak baru, tak
usah sok kenal dan menjauhlah. Aku anti melihat gadis kumuh sepertimu.” Ucapnya
lalu mendorong gadis manis bernama fei lin
“Aku hanya ingin berteman.
Kau tak perlu menghinaku.” Ucapnya kesal lalu melangkah pergi. Ku pikir ia
ingin menuju kamarnya. Aku pun kembali pada aktifitasku. Hanya duduk di pojok
dinding sambil memeluk boneka pikachuku. Aku heran, di boneka ini ada namaku
dan nama seseorang. Kwangmin-youngmin. Tulisan itu berasal dari krayon. Apa
youngmin itu saudaraku ? adik atau kakakku. Aku yakin, pasti aku sangat dekat
dengannya sampai menulis namanya di bonekaku ini.
Beberapa saat kemudian ia
kembali ke tempat ini. Memperhatikan setiap anak yang bermain. Terkadang ia
bertanya apakah ia boleh bergabung dan selalu di balas dengan kata2 kasar.
Kenapa anak-anak disini tidak bisa di ajak bersahabat ? apa karena mereka
merasa sudah sempurna sampai tak ingin menerima orang lain yang memiliki
kekurangan.
Dia merenggut dan kecewa. Sekilas
dia melihat ke arahku yang sedang melihatnya juga. lalu dia tersenyum tipis dan
melangkah keluar. Heii .. dia orang pertama yang tersenyum padaku. Lebih baik
kuikuti saja dia. Ku lihat dia berjongkok di bawah pohon sambil merengkuh kedua
lututnya lalu menangis. Aku ingin menghampirinya namun kalau dia menolakku
seperti yang lain bagaimana ? aku jadi ragu. Tapi kuyakinkan diriku kalau dia
berbeda. Aku ingin menghiburnya. Aku tak suka melihat gadis menangis terlebih
seperti itu. kulangkahkan kakiku menuju tempatnya berada ..
FLASHBACK END
“heii .. lihat, disana sangat
indah.” Katanya menunjuk ke arah langit yang terlihat berwarna oranye sempurna.
Kami sudah biasa melewatkan hari seperti ini namun tetap saja aku merasa
seperti pertama kalinya. Sangat berharga dan ingin selalu terjadi esok dan esok
lagi.
“sangat .. indah ..” kataku
***
Tugas benar-benar membuatku
pusing. Selain itu para guru pun seakan memanfaatkan segala tenagaku. Aku kesal
kalau dijadikan asisten mereka. Membuatku dipandang berbeda oleh anak-anak
lainnya. Mereka berpikir kalau aku terlalu sok pintar dan banyak cari perhatian
guru. Padahal aku tidak seperti itu. aku kesal karena di juluki “kutubuku bisu”
atau “penjilat ulung”. Banyak yang tak suka padaku. Oh God, apa dunia ini
terlalu banyak orang yang selalu berpikiran negative. Selalu memandang orang
dari kekurangannya, sungguh bukan hal yang terpuji. Aku ingin memiliki banyak
teman.
Seperti saat ini, aku di suruh
mengangkat buku-buku ini ke ruang perpustakaan seorang diri. Jelas aku tak
sempat menolaknya dan terpaksa menjalankannya. Aku seperti pesuruh saja.
Kwangmin PoV’s END
BRUUUKKK ..
Namja sederhana yang sedang
membawa setumpukan buku sampai membuat wajahnya tak terlihat dan dia sendiri
kesulitan melihat jalan. Orang-orang enggan menolongnya dan hanya memandangnya
dengan tatapan siniz. Barusan tanpa sengaja dia bertubrukan dengan seorang
namja pula. Murid baru yang langsung membuah pamor nya naik. Sangat terkenal. Mereka
sama-sama jatuh tersungkur.
“Mian ..” kata namja sederhana
yang kita ketahui bernama kwangmin
“tak apa” jawab namja yang
satunya, terlihat sangat angkuh. Lalu melangkah pergi meninggalkan namja yang sederhana
itu. namja angkuh itu adalah youngmin.
‘huh .. betul2 sombong’ keluh
kwangmin dalam hati dan kembali mengumpulkan buku-bukunya.
“kau baik-baik saja ?” tanya
seorang namja, membuat kwangmin menengadahkan kepalanya.
“aku jeongmin. Mari ku bantu”
ucap jeongmin ramah lalu meraih buku-buku yang masih tersisa. Dia sejak tadi
memang mengikuti youngmin yang bersikap dingin pagi ini, sampai saat ini lalu
memutuskan untuk menghentikan sejenak niatnya itu.
“terima .. kasih ..” jawab
kwangmin setelah dia dan jeongmin sudah berdiri tegak
“ini mau di bawa ke perpustakaan
bukan ?” tanyanya dan di jawab anggukan oleh kwangmin ‘sangat mirip’ batinnya. Dia
memang akhir-akhir ini diam2 memperhatikan youngmin sekaligus kwangmin karena
menurut pendengarannya, youngmin memiliki saudara yang hilang saat dia kecil
dulu dan berdasarkan firasatnya, api dari masalah antara youngmin dan appanya
adalah hal ini. Sebagai teman kecil youngmin, jeongmin sedikit banyak mengerti masalah
seorang Jo Youngmin walaupun tak di ceritakan. Dan alasan dia memperhatikan
kwangmin juga ialah karena wajahnya itu. sangat mustahil jika orang tanpa
hubungan darah bahkan baru kali ini bertemu bisa semirip youngmin-kwangmin. Mereka
sangat persis bagaikan benda dan bayangan. Bahkan tinggi mereka sama. Entah ini
sekedar firasat atau kebenaran yang pasti jeongmin merasa cepat atau lambat
akan terjadi hal yang besar apapun itu.
“caramu berbicara terdengar
sangat kesulitan. Apakah kau sakit ?” tanya jeongmin setelah mereka sudah
sampai di perpustakaan. Usai menaruh buku-buku itu, mereka pun mengobrol
bersama. Karena takut jeongmin bosan bicara dengannya, kwangmin pun
mengeluarkan note biru dan menulis jawaban untuk hal yang di tanyakan padanya.
Ini karena kecelakaan yang ku alami saat kecil
Di serahkan note itu padanya.
“eh .. kau pernah mengalami
kecelakaan ?” jeongmin agak tersentak kaget dan mengingat dulu youngmin pernah
menangis di depannya sambil menyebut-nyebut soal kecelakaan. Saat itu, jeongmin
baru sekitar seminggu mengenal youngmin, selaku teman di playgroup.
Kwangmin hanya mengangguk.
“apa kau ingat pada saudara
ataupun keluargamu?” tanyanya lagi, memang terdengar lancang namun jeongmin tak
bisa meredam rasa penasarannya
“Tidak .. ada .. yang .. ku ingat”
jawab kwangmin
“eh ?”
To Be Continued
gimana menurut kalian ? gaje kah ? tinggalin jejak ya.